Biografi Al Habib Zein Bin Smith - Madinah
Biografi Al Habib Zein Bin Smith - Madinah Biografi Ulama,
SepeninggalSayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas al-Maliki (Mekah), figur habaib Timur Tengah seakan punah. Tetapi ternyata tidak. Sebut saja Habib Umar bin Hafidz bin Syekh Abu Bakr bin Salim asal Hadramaut, yang tak jarang datang ke negara kita demi menularkan ilmunya, di samping mengobati kerinduan warga ahlus sunnah wal-jama’ah di Tanah Air kepada ulama besar Timur Tengah.
Selain Habib Umar, terdapat seorang habib yang kini tinggal di Madinah. Habib Zain Ibrahim namanya, bermarga (fam) Sumaith. Siapa sangka ulama kesohor di Tanah Haram itu kelahiran Indonesia?
Nama dan Nasabnya
Beliau adalah al-Allamah al-Muhaqqiq al-Faqih al-'Abid az-Zahid al-Murabbi ad-Da'i ilallah, as-Sayyid al-Habib Abu Muhammad Zain bin Ibrahim bin Zain bin Muhammad bin Zain bin Abdurrahman bin Ahmad bin Abdurrahman bin Ali bin Salim bin Abdullah bin Muhammad Sumaith bin Ali bin Abdurrahman bin Ahmad bin Alwy bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwy ('Ammul al-Faqih al-Muqqadam) bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali Qatsam bin Alwy bin Muhammad bin Alwy Ba'Alawy bin 'Ubaidullah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa Ar-Rummi bin Muhammad An-Naqib bin Ali al-'Uraidhi bin Ja'far Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein As-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib dan Sayidah Fathimah binti Rasulullah SAW.
Habib Zain lahir di ibukota Jakarta pada tahun 1357 H/1936 M. Ayahnya Habib Ibrahim adalah ulama besar di bumi Betawi kala itu, selain keluarga, lingkungan tempat di mana mereka tinggal pun boleh dikatakan sangat religius.
Sejak kecil Habib Zain sudah mengenal agama dengan baik, baik ilmu pengetahuan maupun amaliah sehari-hari. Mengetahui Habib Zain memiliki kelebihan dibanding saudara- saudara lainnya, ayahnya memberikan pendidikan ekstra. Tak hanya ilmu, akhlak pun ditekankan pada diri Habib Zain.
Belajar dan Guru-gurunya
Mengunjungi para ulama contohnya. Seperti diketahui, mengunjungi (dalam bahasa Jawa: sowan) sudah menjadi tradisi bagi sebagian umat Islam, seperti Jawa dan Arab asal Hadramaut Yaman. Tak sekadar silaturahmi, tapi yang diharapkan adalah berkah doa dari mereka, para ulama.
Sowan inilah yang dijadikan salah satu mediasi oleh Habib Ibrahim dalam mendidik Habib Zain. Dari rasa cinta dan hormat (mahabbah dan ta’ dzim), lalu muncul pada diri Habib Zain rasa ingin menjadi seperti mereka, paling tidak meneladani perilaku mereka.
Sejak itu, Habib Zain mengais ilmu dari ulama-ulama Betawi. Di waktu beliau masih kecil, ayahnya suka membawanya ke Majelis Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad, salah satu pemuka kalangan saddah 'Alawiyyin yang bermukim di Bogor (Beliau dimakamkan di kubah gurunya Al-Habib Abdullah bin Mukhsin al-Aththas, Mesjid An-Nur, Empang Bogor).
Beliau menghadiri maulud yang biasa diadakan di rumah Habib Alwy setiap ashar di hari Jum'at. Habib Alwi terhitung guru pertama dalam kehidupan beliau. Selain Habib Alwi, masa kecil Habib Zain banyak dihabiskan untuk menimba ilmu kepada Habib Ali bin Abdurrahman al- Habsyi (Kwitang, dekat Pasar Senen Jakarta Pusat).
Di sini, Habib Zain paling tidak hadir seminggu sekali, mengikuti majlis rutin yang digelar tiap Ahad pagi. Selanjutnya, pada usia empat belas tahun (1950), ayahnya memberangkatkan Habib Zain ke Hadramaut, tepatnya kota Tarim.
Guru-gurunya al-habib Zain bin Ibrahim bin Smith diantaranya adalah :
*al-Habib Alwy bin Muhammad bin Thohir al-Hadad
*Habib Muhammad bin Salim bin Hafizh,
*Habib Umar bin Alwi al-Kaf,
*Al-Allamah Al-Sheikh Mahfuz bin Salim,
*Sheikh Salim Said Bukayyir Bagistan,
*Habib Salim bin Alwi Al-Khird,
*Habib Ja’far bin Ahmad Al-Aydrus,
*Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar (mertuanya).
*Habib Ibrahim bin Umar bin Aqil
*Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Aththas
*Syekh Fadhl bin Muhammad Bafadhl
*Habib Muhammad bin Hadi Assaqof,
*Habib Ahmad bin Musa Al-Habsyi, Habib Alwi bin Abbas Al-Maliki,
*Habib Umar bin Ahmad bin Smith,
*Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad,
*Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assaqof dan
*Habib Muhammad bin Ahmad Assyatiri
pada usia empat belas tahun (1950), ayahnya memberangkatkan Habib Zain ke Hadramaut, tepatnya kota Tarim. Di bumi awliya’ itu Habib Zain tinggal di rumah ayahnya yang telah lama ditinggalkan.
Menyadari mahalnya waktu untuk disia-siakan, Habib Zain berguru kepada sejumlah ulama setempat, berpindah dari madrasah satu ke madrasah lainnya, hingga pada akhirnya mengkhususkan belajar di ribath Tarim. Di pesantren ini nampaknya Habib Zain merasa cocok dengan keinginannya.
Di sana ia memperdalam ilmu agama, antara lain mengaji kitab ringkasan (mukhtashar) dalam bidang fikih kepada al-'Allamah al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz, ayahnya al-Habib Umar bin Hafizh Darul Musthafa-Tarim, di bawah asuhan al-Habib Muhammad pula, Habib Zain berhasil menghapalkan kitab fikih buah karya Imam Ibn Ruslan, “Zubad”, dan “Al-Irsyad” karya Asy-Syarraf Ibn Al-Muqri yang beliau hafal sampai bab Jinayat.
Tak cukup di situ, Habib Zain belajar kitab “Al-Minhaj” yang disusun oleh Habib Muhammad sendiri, menghapal bait-bait (nazham) “Hadiyyah As-Shadiq” karya Habib Abdullah bin Husain bin Thahir dan lainnya.
Dalam penyampaiannya di Tarim beliau sempat berguru kepada sejumlah ulama besar seperti Habib Umar bin Alwi Al-Kaf, kepadanya beliau membaca kitab "Mutammimah al-Ajurumiyah", menghapal kitab "Alfiyyah" karya Ibnu Malik, dan mulai mempelajari syarah kitab itu padanya.
Beliau menimba ilmu Fiqih dari al-Allamah asy-Syaikh Mahfuzh bin Salim az-Zubaidi dan dari seorang syaikh yang Faqih Syekh Salim Sa’id Bukhayyir Baghitsan.
Beliau juga membaca kitab "Mulhah al-I'rab" karya al-Hariri dengan Habib Salim bin Alwi Al-Khird. Dalam ilmu ushul, beliau mengambil dari Syekh Fadhl bin Muhammad Bafadhl dan al-Habib Abdurrahman bin Hamid As-Sirri, kepada mereka berdua, beliau juga membaca kitab matan "al-Waraqat".
Beliau juga menghadiri majelis-majelis al-Habib Alwi bin Abdullah Shihabuddin dan rauhah-nya, juga pelajaran-pelajaran di Ribath, dan majelis Syaikh Ali bin Abu Bakar as-Sakran.
Beliau juga menimba ilmu dari Habib Ja’far bin Ahmad Al-Aydrus, dan sering pulang pergi ke tempatnya. Beliau mendapatkan banyak ijazah darinya. Beliau juga menimba ilmu dari Habib Ibrahim bin Umar bin Agil dan Habib Abubakar Attos bin Abdullah Al-Habsyi. Kepadanya beliau membaca kitab al-Arba'in karya Imam al-Ghazali. Guru-gurunya memuji karena kelebihannya dibanding lainnya, juga karena adab, perilaku, dan akhlaknya yang baik.
Selain menimba ilmu di sana Habib Zain banyak mendatangi majlis para ulama demi mendapat ijazah, semisal Habib Muhammad bin Hadi As-Saqqaf, Habib Ahmad bin Musa Al-Habsyi, al-Habib Alwi bin Abbas Al-Maliki, Habib Umar bin Ahmad bin Sumaith, Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad, Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assaqof, al-Habib al-Murabbi Hasan bin Abdullah asy-Syatiri dan Habib Muhammad bin Ahmad asy-Syatiri. Melihat begitu banyaknya ulama yang didatangi, dapat disimpulkan, betapa besar semangat Habib Zain dalam rangka merengkuh ilmu pengetahuan agama, apalagi melihat lama waktu beliau tinggal di sana, yaitu kurang lebih delapan tahun.
al-Habib Muhammad al-Haddar, al-Habib Hasan bin Abdullah asy-Syatiri dan al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith (ki-ka)
Kemudian salah seorang gurunya bernama Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz menyarankannya pindah ke kota Baidhah, salah satu wilayah pelosok bagian negeri Yaman sebelah selatan, untuk mengajar di rubath sekaligus berdakwah. Ini dilakukan menyusul permohonan mufti Baidhah, Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar.
Dalam perjalanan ke sana, Habib Zain singgah dulu di kediaman seorang teman dekatnya di wilayah Aden, Habib Salim bin Abdullah Assyatiri, yang saat itu menjadi khatib dan imam di daerah Khaur Maksar, disana Habib Zain tinggal beberapa saat. Selanjutnya Habib Zain melanjutkan perjalanannya di Baidhah, Habib Zain pun mendapat sambutan hangat dari sang tuan rumah Habib Muhammad Al-Haddar, di sanalah untuk pertama kali ia mengamalkan ilmunya lewat mengajar.
Habib Zain menetap lebih dari 20 tahun di Rubath Baidha’ menjadi khadam ilmu kepada para penuntutnya, beliau juga menjadi mufti dalam Mazhab Syafi’i. Beliau merupakan tangan kanan Habib Muhammad al-Haddar.
Selama di rubath Baidha, beliau benar-benar berjuang, beribadah dan menempa diri dengan kesungguhan dan keseriusan dalam Muthala'ah (mengkaji) kitab-kitab tafsir, hadist, fiqih, dan lain-lain, juga membaca kitab-kitab salaf. Beliau memiliki semangat yang tak kenal lelah dan jemu dalam mengajar, mendidik murid-murid, dan membimbing mereka yang kurang pandai.
Beliau memilki kedudukan tersendiri di sisi gurunya al-Habib Muhammad al-Haddar. Sehingga bila suatu persoalan ilmiah diajukan kepada Habib Muhammad dan sudah dijawab oleh Habib Zain maka Habib Muhammad mengatakan, "Jika Habib Zain telah menjawab maka tidak perlu lagi ada komentar". Begitulah penilaian gurunya karena sangat percaya dengan keilmuan al-Habib Zain bin Sumaith.
Setelah itu beliau berpindah ke negeri Hijaz diminta untuk membuka rubath Sayyid Abdurrahman bin Hasan al-Jufri di Madinah. Beliau berangkat pada bulan Ramadhan tahun 1406 H. , Habib Zain telah bersama-sama dengan Habib Salim asy-Syatiri menguruskan Rubath di Madinah selama 12 tahun, Setelah itu Habib Salim pindah ke Tarim Hadhramaut untuk menguruskan Rubath Tarim.
Habib Zain di Madinah diterima dengan ramah, muridnya banyak dan terus bertambah, dalam kesibukan mengajar dan usianya yang juga semakin meningkat, keinginan untuk terus menuntut ilmu tidak pernah pudar. Beliau mendalami ilmu Usul daripada Sheikh Zaidan Asy-Syanqiti Al-Maliki, seorang yang sangat alim dan ahli ushul fiqih. Kepadanya beliau membaca kitab at-Tiryaq an-Nafi' 'ala Masail Jami'ul Jawami karya Imam Abu BAkar bin Syahab, Maraqi as-Su'ud karya Syarif Abdullah al-Alawi asy-Syanqithi yang merupakan kitab matan lanjutan dalam ilmu ushul fiqih.
Habib Zain terus menyibukkan diri menuntut dengan Al-Allamah Ahmaddu bin Muhammad Hamid Al-Hasani asy-Syanqithi dalam ilmu bahasa dan Ushuluddin. Kepadanya beliau membaca Syarh al-Qath, sebagian Syarh Alfiyyah karya Ibnu 'Aqil, Idha'ah ad-Dujunnah karya Imam al-Maqqari dalam akidah, as-Sullam al-Munauraq karya al-Imam al-Akhdari, Isaghuji karya al-Imam al-Abhari, Itmam ad-Dirayah li Qurra an-nuqayah karya Imam Suyuthi, al-Maqshur wa al-Mamdud dan Lamiyah al-Af'al, keduanya karya Ibnu Malik, jilid pertama kitab Mughni al-Labib karya Ibnu Hisyam, dua kitab ilmu shorof, Jauhar al-Maknun dalam ilmu balaghoh.
Syaikh Ahmaddu memuuji Habib Zain karena semangat besar dan kesungguhannya dalam menuntu ilmu. Dan kebanyakan membaca kepadanya di Masjid Nabawi yang mulia.
Selama masa ini Habib Zain sering melakukan perjalanan-perjalanan yang diberkahi ke sejumlah negeri Islam untuk berdakwah serta menjumpai para ulama dan para wali. Beliau mengunjungi Syam, Indonesia, Malaysia, Afrika dan lain-lain.
Allah SWT memberi anugerah kepadanya, yaitu mudah diterima orang dan kewibawaan dalam penampilannya.
Habib Zain seorang yang tinggi kurus. Lidahnya basah, tidak henti berzikrullah. Tasbih hampir tidak pernah berpisah dengan tangannya. Selalu mengenakan sorban putih, dan mengenakan sarung dan pakaian sebagaimana kebiasaan para salaf di Hadramaut.
al-Habib Zain memilki pengaturan khusus dalam wirid, zikir pengaturan khusus dalam wirid, zikir dan ibadahnya. Beliau sentiasa menghidupkan malamnya. Di waktu pagi Habib Zain keluar bersolat Subuh di Masjid Nabawi. Beliau beriktikaf di Masjid Nabawi sehingga matahari terbit, setelah itu beliau menuju ke Rubath untuk mengajar. Majlis Rauhah digelar setelah asar hingga waktu maghrib tiba. Lalu beliau melanjutkan mengajar hingga menjelang Isya. Setelah itu, pergi ke Masjid Nabawi untuk melakukan shalat Isya dan berziarah ke makam datuknya yang mulia dan agung, Rasulullah SAW.
Di antara hasil karya tulis beliau :
*al-Manhaj as-Sawiy, Syarh Ushul Thariqah as-Sadah al-Ba'Alawi. Kitab terpenting di antara beliau, menjelaskan mengenai thariqah Alawiyyah.
*Al-Fuyudhat ar-Rabbaniyyah Min Anfas as-Sadah al-'Alawiyyah. Kitab Tafsir maknawi yang tipis dan menghimpun ucapan Sadah al-Alawiyyin dalam kumpulan ayat al-Qur'an dan Hadist Nabi.
*Hidayah ath-Thalibin Fi Bayan Muhimmat ad-Din. kitab Syarh hadist perbincangan antara Jibril.as dan Rasulullah SAW.
*Al-Ajwibah al-Ghaliyah Fi 'Aqidah al-Firqah an-Najiyah. Menjelaskan menganai keyakinan orang-orang yang menyimpang dalam bentuk tanya jawab.
*al-Futuhat 'Aliyyah Fi al-Khutbah al-Mimbariyyah. Merangkum ceramah-ceramah beliau
*HAadayah az-Zairin ila Ad'iyah az-Ziyarah an-Nabawiyyah wa Masyahid as-Shalihin. Kumpulan doa para salaf yang diucapkan ketika ziarah Nabi dan kuburan-kuburan di Haramain dan Hadhramaut.
*Majmu'. Kitab manfaat yang bertebaran dalam hukum, doa,dan adab.
*Fatawa al-Fiqhiyah. Mengenai fatwa-fatwa fiqih
*Tsabat Asanidah wa Syuyukhah. Bentuk naskah berisi sanad dan para gurunya.
Semoga menjadi keberkahan bagi kita semua di dunia dan akhirat berkumpul dengan ulama-ulama Allah dan menjadi penegak panji-panji Sayyiduna wa Maulana Muhammad S.A.W. dan kelak mendapat syafa'at dari Nabi kita termulia dan dari Ulama-Ulama Allah SWT.
Amiin Amiin Yaa Robbal Alamiin…..
Rauhah adalah majelis di mana seorang Syaikh berkumpul dengan murid-muridnya di luar waktu belajar, biasanya diadakan sore hari. Dalam kesempatan ini, mereka membaca kitab-kitab akhlak, manaqib atau adab. Tujuannya adalah bersantai dan bersenang-senang dengan sesuatu yang bermanfaat. Majelis rauhah biasanya diakhiri dengan pembacaan Nasyid yang indah, kemudian ditutup dengan doa dan pembacaan Surah al-Fatihah.
Amalan ijazah yang penulis dapatkan dari sayidil walid habib alwi bin muhammad bin yahya yang di dapat langsung oleh oleh al habib zein bin ibrohim bin smith pada peringatan houl al habib ahmad bin abdullah bin thalib al athost sapuro pekalongan jawa tengah bbrp tahun yang lalu :
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اَللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِِ
«¤ Assholatu was salaamu alaika yaa sayidi yaa rosulallah qollat hiylatiy adrikniy .
« ¤ Assalamu alaika ayyuhan nabiyu. warahmatullah wabarakatuh.
« ¤ Ana fi jahii rasulillahi shollallahu alaihi wassalam.
Artinya : Semoga rahmat Keagungan dan keselamatan tercurah atas dirimu wahai tuan ku wahai utusan Allah.,sebenarnya sudah habis daya upayaku pertautkanlah hatiku dgn mu. Salam sejahtera atasmu wahai nabi dan mudah mudahan rahmat Allah serta keberkahan tercurah atasmu. Saya berada di bawah Kedudukan Rasulullah Saw, ( minta di beri Ke istimewaan Rasulullah Saw ).
Setiap bacaan di baca sebanyak 116x. Di baca setiap ba'da sholat 5 waktu atau setiap hari jum'at .
Kata Mutiara Dan Hikmah Beliau
Aku wasiatkan untuk menjaga 3hal yang :
Pertama - Menjaga puasa kalian seperti kalian menjaga harta berhaarga kalian dan maksut daripada menjaga puasa menjaganya dari apa-apa yang membatalkannya dan membatalkan pahalanya, dan apa-apa yang membatalkan puasa sudah jelas kita semua mengetahuinya yaitu makan minum dan lain sebagainya, dan sesuatu yang membatalkan pahalanyaa seperti berbohong menggunjing org lain dan semua yang di benci oleh Allah, maka itu tidak membatalkan puasa tapi itu membatalkan pahalanya maka rasa capek berpuasa menjadi sia-sia seperti yang di sebutkan dalam hadist ” Berapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan darinya kecuali rasa lapar dan haus dan berapa banyak yang bangun malam tidak mendapatkan apa-apa kecuali capek dan begadang.."
Maka sudah seharusnya org yang berpuasa tidak memusuhi orang lain atau berdebat atau mengucapkan kata-kata kotor akan tetapi menyibukkan waktu-waktunya untuk mendekatkan diri kepada Allah karena amalan-amalan di bulan ramadan di lipat gandakan.
Dan wajib atas seseorang juga untuk menghilangkan penghalang yang menghalangi datang nya rahmat seperti durhaka kepad orang tua dan dendam kepada orang lain dan memutus silaturrahmi maka siapa yang ada padanya sifat-sifat ini akan berlalu malam-malam ramadan dan malam lailatulqodar sedang kan dia termasuk yang di haramkan dari kebaikan-kebaikan dan barokah yang di turunkan di bulan ramadan.
Kedua - Beliau mewasiatkn kita untuk selalu menghidupkan malam di bulan romadan, dalam hal ini arti qiyam itu sendiri kt d wasiatkan untuk selalu mnjaga sholat traweh kt dr mlm pertama sampai mlm trakhir d bulan romadon ini jgn sampai ada yang bolong,beserta mnjaga untuk selalu sholat berjamaah khususnya sholat isya’ dan shubuh,krn barang siapa menjaga hal itu maka dia tlh mndapatkan nasibnya dari malam lailatul qodar.
Ketiga - Hendaknya kalian menyambut akan pemberian-pemberian Allah, dikarenakan arak-arakan (anugerah) Allah digelar pada bulan Romadhon setiap malam dimulai dari terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar, sedangkan pada selain bulan Romadhon digelar mulai waktu sahar (sebelum terbit fajar) saja.
Tiap orang itu hendaknya menyambut akan anugerah-anugerah dn pemberian-pemberian Allah, sedangkan menyambut akan pemberian-pemberian Allah tersebut dapat dilakukan dengan 3 hal:
1. Dengan selalu berusaha dan bersungguh-sungguh dalam (menggapai) ridho Allah yang Maha Tinggi dan Maha Kuasa, Allah SWT berfirman:
وَمَن جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
"Dan barangsiapa yang berjihad (berusaha dengan sungguh-sungguh) maka sesungguhnya jihadnya itu untuk dirinya sendiri".
Hendaknya engkau berusaha dengan sungguh-sungguh maka niscaya engkau akan melihat (hasilnya), dan ambillah kesempatan untuk mendapatkan janji (Allah) berupa petunjuk, yaitu petunjuk yang telah disebutkan dalam ayat pada surat Al Ankabut.
Rasulullah SAW bersungguh-sungguh dalam beramal pada bulan Romadhon melebihi pada selain bulan Romadhon, beliau lebih bersegera dalam kebaikan melebihi (kecepatan) angin yang berhembus.
2. Dan menyambut akan pemberian Allah dapat dilakukan dengan selalu kontinyu dalam pembacaan wirid-wirid dan dzikir-dzikir yang datang dari Nabi SAW dan para salaf shaleh, terlebih-lebih dzikir ini yang dianjurkan agar selalu dibaca, (yaitu):
أشهد أن لا إله إلا الله نستغفر الله نسألك الجنة ونعوذ بك من النار
Hendaknya tiap orang itu memperbanyak dzikir tersebut, karena Rasulullah SAW bersabda: "Hendaknya kalian memperbanyak empat hal dalam bulan (Romadhon) ini..", bukan hanya dibaca sebelum Maghrib saja, namun dibaca 50 kali atau 100 kali atau lebih pada hari-hari bulan Romadhon. Dibaca baik ketika berjalan maupun ketika duduk maupun ketika berkendara.
Kaum perempuan juga membacanya sambil memasak maupun sambil menyapu maupun sambil menyusui anaknya.
Sedangkan kaum lelaki membacanya baik ketika beraktivitas maupun ketika bekerja.
Jadi hendaknya seseorang itu selalu kontinyu dalm membaca dzikir-dzikir yang ma’tsur (datang dari Nabi SAW atau pasa salaf shaleh) dan menghadiri majlis-majlis, terlebih-lebih majlis ilmu, karena telah diriwayatkan:
"Barangsiapa yang menghadiri majlis ilmu pada bulan Romadhon, maka Allah akan menuliskan pahala setahun baginya pada setiap langkahnya".
Oleh karena itu, para salaf shaleh mengadakan acara-acara Rouhah pada waktu Ashar bulan Romadhon, Al Habib Muhammad bin Ahmad bin Ahmad Al Muhdhor berkata: “Meninggalkan Rouhah adalah merupakan dahaga ”
3. Begitu juga menyambut akan pemberian-pemberian Allah dapat dilakukan dengan selalu berusaha untuk menghilangkan segala penghalang yang dapat menghalangi didapatkannya dan diturunkannya rahmat, ini adalah hal yang paling penting dan paling besar ketimbang apa-apa yang telah disebutkan sebelumnya, (penghalang-penghalang tersebut yaitu): durhaka (terhadap orang tua), memutuskan tali silaturrahim, membenci (saudara semuslim) dan yang lainnya.
Sehingga (apabila hal ini telah dilaksanakan) maka Romadhon akan berlalu sedangkan dia dalam keadaan yang terbaik.
Al Imam Asy Sya’roni ra berkata: “Dahulu ketika bulan Romadhon telah lewat, maka mereka menjadi ahli kasyaf dikarenakan mereka mendapatkan sir (rahasia Ilahi), nur (cahaya Ilahi) dan keberkahan.
Sedangkan kita, bulan Romdhon keluar masuk namun kita tidak bertambah sesuatupun dan inilah paling besarnya musibah.
Ini adalah 3 hal yang aku wasiatkan kepada kalian agar selalu dilaksanakan, (yaitu): melaksanakan puasa, qiyam Romadhon dan menyambut pemberian-pemberian Allah SWT.
Kami memohon kepada Allah agar memperbesar bagian kami dan bagian kali dari bulan Romadhon ini, serta dari kebaikan-kebaikan dan keberkahan-keberkahannya, juga dari apa-apa yang Allah telah curahkan kepada para orang-orang yang berpuasa dan menjalankan qiyam Ramadhan dengan sempurna, juga semoga Allah memberi bagian kepada kami dan kalian dengan sebesar-besarnya bagian dari hal tersebut, dan semoga Allah menuntun kami dan kalian pada sebaik-baiknya jalan serta mengembalikan lagi bulan ini kepada kami dan kalian dalam sebaik-baiknya keadaan pada tahun-tahun berikutnya, dan semoga Allah menjadikan bulan ini sebagai saksi kebaikan kita bukan saksi keburukan kita dan bukti kebaikan kita bukan bukti keburukan kita, serta menjadikan kita termasuk dari orang-orang yang dibebaskan dan diselamatkan dari api neraka, dan semoga Allah memberi kekuatan kepada kita dalam melaksanakan puasa dan qiyam Romadhon dalam keadaan yang sempurna dan hati yang tenang.
x souce:klik disini
SepeninggalSayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas al-Maliki (Mekah), figur habaib Timur Tengah seakan punah. Tetapi ternyata tidak. Sebut saja Habib Umar bin Hafidz bin Syekh Abu Bakr bin Salim asal Hadramaut, yang tak jarang datang ke negara kita demi menularkan ilmunya, di samping mengobati kerinduan warga ahlus sunnah wal-jama’ah di Tanah Air kepada ulama besar Timur Tengah.
Selain Habib Umar, terdapat seorang habib yang kini tinggal di Madinah. Habib Zain Ibrahim namanya, bermarga (fam) Sumaith. Siapa sangka ulama kesohor di Tanah Haram itu kelahiran Indonesia?
Nama dan Nasabnya
Beliau adalah al-Allamah al-Muhaqqiq al-Faqih al-'Abid az-Zahid al-Murabbi ad-Da'i ilallah, as-Sayyid al-Habib Abu Muhammad Zain bin Ibrahim bin Zain bin Muhammad bin Zain bin Abdurrahman bin Ahmad bin Abdurrahman bin Ali bin Salim bin Abdullah bin Muhammad Sumaith bin Ali bin Abdurrahman bin Ahmad bin Alwy bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwy ('Ammul al-Faqih al-Muqqadam) bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali Qatsam bin Alwy bin Muhammad bin Alwy Ba'Alawy bin 'Ubaidullah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa Ar-Rummi bin Muhammad An-Naqib bin Ali al-'Uraidhi bin Ja'far Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein As-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib dan Sayidah Fathimah binti Rasulullah SAW.
Habib Zain lahir di ibukota Jakarta pada tahun 1357 H/1936 M. Ayahnya Habib Ibrahim adalah ulama besar di bumi Betawi kala itu, selain keluarga, lingkungan tempat di mana mereka tinggal pun boleh dikatakan sangat religius.
Sejak kecil Habib Zain sudah mengenal agama dengan baik, baik ilmu pengetahuan maupun amaliah sehari-hari. Mengetahui Habib Zain memiliki kelebihan dibanding saudara- saudara lainnya, ayahnya memberikan pendidikan ekstra. Tak hanya ilmu, akhlak pun ditekankan pada diri Habib Zain.
Belajar dan Guru-gurunya
Mengunjungi para ulama contohnya. Seperti diketahui, mengunjungi (dalam bahasa Jawa: sowan) sudah menjadi tradisi bagi sebagian umat Islam, seperti Jawa dan Arab asal Hadramaut Yaman. Tak sekadar silaturahmi, tapi yang diharapkan adalah berkah doa dari mereka, para ulama.
Sowan inilah yang dijadikan salah satu mediasi oleh Habib Ibrahim dalam mendidik Habib Zain. Dari rasa cinta dan hormat (mahabbah dan ta’ dzim), lalu muncul pada diri Habib Zain rasa ingin menjadi seperti mereka, paling tidak meneladani perilaku mereka.
Sejak itu, Habib Zain mengais ilmu dari ulama-ulama Betawi. Di waktu beliau masih kecil, ayahnya suka membawanya ke Majelis Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad, salah satu pemuka kalangan saddah 'Alawiyyin yang bermukim di Bogor (Beliau dimakamkan di kubah gurunya Al-Habib Abdullah bin Mukhsin al-Aththas, Mesjid An-Nur, Empang Bogor).
Beliau menghadiri maulud yang biasa diadakan di rumah Habib Alwy setiap ashar di hari Jum'at. Habib Alwi terhitung guru pertama dalam kehidupan beliau. Selain Habib Alwi, masa kecil Habib Zain banyak dihabiskan untuk menimba ilmu kepada Habib Ali bin Abdurrahman al- Habsyi (Kwitang, dekat Pasar Senen Jakarta Pusat).
Di sini, Habib Zain paling tidak hadir seminggu sekali, mengikuti majlis rutin yang digelar tiap Ahad pagi. Selanjutnya, pada usia empat belas tahun (1950), ayahnya memberangkatkan Habib Zain ke Hadramaut, tepatnya kota Tarim.
Guru-gurunya al-habib Zain bin Ibrahim bin Smith diantaranya adalah :
*al-Habib Alwy bin Muhammad bin Thohir al-Hadad
*Habib Muhammad bin Salim bin Hafizh,
*Habib Umar bin Alwi al-Kaf,
*Al-Allamah Al-Sheikh Mahfuz bin Salim,
*Sheikh Salim Said Bukayyir Bagistan,
*Habib Salim bin Alwi Al-Khird,
*Habib Ja’far bin Ahmad Al-Aydrus,
*Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar (mertuanya).
*Habib Ibrahim bin Umar bin Aqil
*Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Aththas
*Syekh Fadhl bin Muhammad Bafadhl
*Habib Muhammad bin Hadi Assaqof,
*Habib Ahmad bin Musa Al-Habsyi, Habib Alwi bin Abbas Al-Maliki,
*Habib Umar bin Ahmad bin Smith,
*Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad,
*Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assaqof dan
*Habib Muhammad bin Ahmad Assyatiri
pada usia empat belas tahun (1950), ayahnya memberangkatkan Habib Zain ke Hadramaut, tepatnya kota Tarim. Di bumi awliya’ itu Habib Zain tinggal di rumah ayahnya yang telah lama ditinggalkan.
Menyadari mahalnya waktu untuk disia-siakan, Habib Zain berguru kepada sejumlah ulama setempat, berpindah dari madrasah satu ke madrasah lainnya, hingga pada akhirnya mengkhususkan belajar di ribath Tarim. Di pesantren ini nampaknya Habib Zain merasa cocok dengan keinginannya.
Di sana ia memperdalam ilmu agama, antara lain mengaji kitab ringkasan (mukhtashar) dalam bidang fikih kepada al-'Allamah al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz, ayahnya al-Habib Umar bin Hafizh Darul Musthafa-Tarim, di bawah asuhan al-Habib Muhammad pula, Habib Zain berhasil menghapalkan kitab fikih buah karya Imam Ibn Ruslan, “Zubad”, dan “Al-Irsyad” karya Asy-Syarraf Ibn Al-Muqri yang beliau hafal sampai bab Jinayat.
Tak cukup di situ, Habib Zain belajar kitab “Al-Minhaj” yang disusun oleh Habib Muhammad sendiri, menghapal bait-bait (nazham) “Hadiyyah As-Shadiq” karya Habib Abdullah bin Husain bin Thahir dan lainnya.
Dalam penyampaiannya di Tarim beliau sempat berguru kepada sejumlah ulama besar seperti Habib Umar bin Alwi Al-Kaf, kepadanya beliau membaca kitab "Mutammimah al-Ajurumiyah", menghapal kitab "Alfiyyah" karya Ibnu Malik, dan mulai mempelajari syarah kitab itu padanya.
Beliau menimba ilmu Fiqih dari al-Allamah asy-Syaikh Mahfuzh bin Salim az-Zubaidi dan dari seorang syaikh yang Faqih Syekh Salim Sa’id Bukhayyir Baghitsan.
Beliau juga membaca kitab "Mulhah al-I'rab" karya al-Hariri dengan Habib Salim bin Alwi Al-Khird. Dalam ilmu ushul, beliau mengambil dari Syekh Fadhl bin Muhammad Bafadhl dan al-Habib Abdurrahman bin Hamid As-Sirri, kepada mereka berdua, beliau juga membaca kitab matan "al-Waraqat".
Beliau juga menghadiri majelis-majelis al-Habib Alwi bin Abdullah Shihabuddin dan rauhah-nya, juga pelajaran-pelajaran di Ribath, dan majelis Syaikh Ali bin Abu Bakar as-Sakran.
Beliau juga menimba ilmu dari Habib Ja’far bin Ahmad Al-Aydrus, dan sering pulang pergi ke tempatnya. Beliau mendapatkan banyak ijazah darinya. Beliau juga menimba ilmu dari Habib Ibrahim bin Umar bin Agil dan Habib Abubakar Attos bin Abdullah Al-Habsyi. Kepadanya beliau membaca kitab al-Arba'in karya Imam al-Ghazali. Guru-gurunya memuji karena kelebihannya dibanding lainnya, juga karena adab, perilaku, dan akhlaknya yang baik.
Selain menimba ilmu di sana Habib Zain banyak mendatangi majlis para ulama demi mendapat ijazah, semisal Habib Muhammad bin Hadi As-Saqqaf, Habib Ahmad bin Musa Al-Habsyi, al-Habib Alwi bin Abbas Al-Maliki, Habib Umar bin Ahmad bin Sumaith, Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad, Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assaqof, al-Habib al-Murabbi Hasan bin Abdullah asy-Syatiri dan Habib Muhammad bin Ahmad asy-Syatiri. Melihat begitu banyaknya ulama yang didatangi, dapat disimpulkan, betapa besar semangat Habib Zain dalam rangka merengkuh ilmu pengetahuan agama, apalagi melihat lama waktu beliau tinggal di sana, yaitu kurang lebih delapan tahun.
al-Habib Muhammad al-Haddar, al-Habib Hasan bin Abdullah asy-Syatiri dan al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith (ki-ka)
Kemudian salah seorang gurunya bernama Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz menyarankannya pindah ke kota Baidhah, salah satu wilayah pelosok bagian negeri Yaman sebelah selatan, untuk mengajar di rubath sekaligus berdakwah. Ini dilakukan menyusul permohonan mufti Baidhah, Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar.
Dalam perjalanan ke sana, Habib Zain singgah dulu di kediaman seorang teman dekatnya di wilayah Aden, Habib Salim bin Abdullah Assyatiri, yang saat itu menjadi khatib dan imam di daerah Khaur Maksar, disana Habib Zain tinggal beberapa saat. Selanjutnya Habib Zain melanjutkan perjalanannya di Baidhah, Habib Zain pun mendapat sambutan hangat dari sang tuan rumah Habib Muhammad Al-Haddar, di sanalah untuk pertama kali ia mengamalkan ilmunya lewat mengajar.
Habib Zain menetap lebih dari 20 tahun di Rubath Baidha’ menjadi khadam ilmu kepada para penuntutnya, beliau juga menjadi mufti dalam Mazhab Syafi’i. Beliau merupakan tangan kanan Habib Muhammad al-Haddar.
Selama di rubath Baidha, beliau benar-benar berjuang, beribadah dan menempa diri dengan kesungguhan dan keseriusan dalam Muthala'ah (mengkaji) kitab-kitab tafsir, hadist, fiqih, dan lain-lain, juga membaca kitab-kitab salaf. Beliau memiliki semangat yang tak kenal lelah dan jemu dalam mengajar, mendidik murid-murid, dan membimbing mereka yang kurang pandai.
Beliau memilki kedudukan tersendiri di sisi gurunya al-Habib Muhammad al-Haddar. Sehingga bila suatu persoalan ilmiah diajukan kepada Habib Muhammad dan sudah dijawab oleh Habib Zain maka Habib Muhammad mengatakan, "Jika Habib Zain telah menjawab maka tidak perlu lagi ada komentar". Begitulah penilaian gurunya karena sangat percaya dengan keilmuan al-Habib Zain bin Sumaith.
Setelah itu beliau berpindah ke negeri Hijaz diminta untuk membuka rubath Sayyid Abdurrahman bin Hasan al-Jufri di Madinah. Beliau berangkat pada bulan Ramadhan tahun 1406 H. , Habib Zain telah bersama-sama dengan Habib Salim asy-Syatiri menguruskan Rubath di Madinah selama 12 tahun, Setelah itu Habib Salim pindah ke Tarim Hadhramaut untuk menguruskan Rubath Tarim.
Habib Zain di Madinah diterima dengan ramah, muridnya banyak dan terus bertambah, dalam kesibukan mengajar dan usianya yang juga semakin meningkat, keinginan untuk terus menuntut ilmu tidak pernah pudar. Beliau mendalami ilmu Usul daripada Sheikh Zaidan Asy-Syanqiti Al-Maliki, seorang yang sangat alim dan ahli ushul fiqih. Kepadanya beliau membaca kitab at-Tiryaq an-Nafi' 'ala Masail Jami'ul Jawami karya Imam Abu BAkar bin Syahab, Maraqi as-Su'ud karya Syarif Abdullah al-Alawi asy-Syanqithi yang merupakan kitab matan lanjutan dalam ilmu ushul fiqih.
Habib Zain terus menyibukkan diri menuntut dengan Al-Allamah Ahmaddu bin Muhammad Hamid Al-Hasani asy-Syanqithi dalam ilmu bahasa dan Ushuluddin. Kepadanya beliau membaca Syarh al-Qath, sebagian Syarh Alfiyyah karya Ibnu 'Aqil, Idha'ah ad-Dujunnah karya Imam al-Maqqari dalam akidah, as-Sullam al-Munauraq karya al-Imam al-Akhdari, Isaghuji karya al-Imam al-Abhari, Itmam ad-Dirayah li Qurra an-nuqayah karya Imam Suyuthi, al-Maqshur wa al-Mamdud dan Lamiyah al-Af'al, keduanya karya Ibnu Malik, jilid pertama kitab Mughni al-Labib karya Ibnu Hisyam, dua kitab ilmu shorof, Jauhar al-Maknun dalam ilmu balaghoh.
Syaikh Ahmaddu memuuji Habib Zain karena semangat besar dan kesungguhannya dalam menuntu ilmu. Dan kebanyakan membaca kepadanya di Masjid Nabawi yang mulia.
Selama masa ini Habib Zain sering melakukan perjalanan-perjalanan yang diberkahi ke sejumlah negeri Islam untuk berdakwah serta menjumpai para ulama dan para wali. Beliau mengunjungi Syam, Indonesia, Malaysia, Afrika dan lain-lain.
Allah SWT memberi anugerah kepadanya, yaitu mudah diterima orang dan kewibawaan dalam penampilannya.
Habib Zain seorang yang tinggi kurus. Lidahnya basah, tidak henti berzikrullah. Tasbih hampir tidak pernah berpisah dengan tangannya. Selalu mengenakan sorban putih, dan mengenakan sarung dan pakaian sebagaimana kebiasaan para salaf di Hadramaut.
al-Habib Zain memilki pengaturan khusus dalam wirid, zikir pengaturan khusus dalam wirid, zikir dan ibadahnya. Beliau sentiasa menghidupkan malamnya. Di waktu pagi Habib Zain keluar bersolat Subuh di Masjid Nabawi. Beliau beriktikaf di Masjid Nabawi sehingga matahari terbit, setelah itu beliau menuju ke Rubath untuk mengajar. Majlis Rauhah digelar setelah asar hingga waktu maghrib tiba. Lalu beliau melanjutkan mengajar hingga menjelang Isya. Setelah itu, pergi ke Masjid Nabawi untuk melakukan shalat Isya dan berziarah ke makam datuknya yang mulia dan agung, Rasulullah SAW.
Di antara hasil karya tulis beliau :
*al-Manhaj as-Sawiy, Syarh Ushul Thariqah as-Sadah al-Ba'Alawi. Kitab terpenting di antara beliau, menjelaskan mengenai thariqah Alawiyyah.
*Al-Fuyudhat ar-Rabbaniyyah Min Anfas as-Sadah al-'Alawiyyah. Kitab Tafsir maknawi yang tipis dan menghimpun ucapan Sadah al-Alawiyyin dalam kumpulan ayat al-Qur'an dan Hadist Nabi.
*Hidayah ath-Thalibin Fi Bayan Muhimmat ad-Din. kitab Syarh hadist perbincangan antara Jibril.as dan Rasulullah SAW.
*Al-Ajwibah al-Ghaliyah Fi 'Aqidah al-Firqah an-Najiyah. Menjelaskan menganai keyakinan orang-orang yang menyimpang dalam bentuk tanya jawab.
*al-Futuhat 'Aliyyah Fi al-Khutbah al-Mimbariyyah. Merangkum ceramah-ceramah beliau
*HAadayah az-Zairin ila Ad'iyah az-Ziyarah an-Nabawiyyah wa Masyahid as-Shalihin. Kumpulan doa para salaf yang diucapkan ketika ziarah Nabi dan kuburan-kuburan di Haramain dan Hadhramaut.
*Majmu'. Kitab manfaat yang bertebaran dalam hukum, doa,dan adab.
*Fatawa al-Fiqhiyah. Mengenai fatwa-fatwa fiqih
*Tsabat Asanidah wa Syuyukhah. Bentuk naskah berisi sanad dan para gurunya.
Semoga menjadi keberkahan bagi kita semua di dunia dan akhirat berkumpul dengan ulama-ulama Allah dan menjadi penegak panji-panji Sayyiduna wa Maulana Muhammad S.A.W. dan kelak mendapat syafa'at dari Nabi kita termulia dan dari Ulama-Ulama Allah SWT.
Amiin Amiin Yaa Robbal Alamiin…..
Rauhah adalah majelis di mana seorang Syaikh berkumpul dengan murid-muridnya di luar waktu belajar, biasanya diadakan sore hari. Dalam kesempatan ini, mereka membaca kitab-kitab akhlak, manaqib atau adab. Tujuannya adalah bersantai dan bersenang-senang dengan sesuatu yang bermanfaat. Majelis rauhah biasanya diakhiri dengan pembacaan Nasyid yang indah, kemudian ditutup dengan doa dan pembacaan Surah al-Fatihah.
Amalan ijazah yang penulis dapatkan dari sayidil walid habib alwi bin muhammad bin yahya yang di dapat langsung oleh oleh al habib zein bin ibrohim bin smith pada peringatan houl al habib ahmad bin abdullah bin thalib al athost sapuro pekalongan jawa tengah bbrp tahun yang lalu :
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اَللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِِ
«¤ Assholatu was salaamu alaika yaa sayidi yaa rosulallah qollat hiylatiy adrikniy .
« ¤ Assalamu alaika ayyuhan nabiyu. warahmatullah wabarakatuh.
« ¤ Ana fi jahii rasulillahi shollallahu alaihi wassalam.
Artinya : Semoga rahmat Keagungan dan keselamatan tercurah atas dirimu wahai tuan ku wahai utusan Allah.,sebenarnya sudah habis daya upayaku pertautkanlah hatiku dgn mu. Salam sejahtera atasmu wahai nabi dan mudah mudahan rahmat Allah serta keberkahan tercurah atasmu. Saya berada di bawah Kedudukan Rasulullah Saw, ( minta di beri Ke istimewaan Rasulullah Saw ).
Setiap bacaan di baca sebanyak 116x. Di baca setiap ba'da sholat 5 waktu atau setiap hari jum'at .
Kata Mutiara Dan Hikmah Beliau
Aku wasiatkan untuk menjaga 3hal yang :
Pertama - Menjaga puasa kalian seperti kalian menjaga harta berhaarga kalian dan maksut daripada menjaga puasa menjaganya dari apa-apa yang membatalkannya dan membatalkan pahalanya, dan apa-apa yang membatalkan puasa sudah jelas kita semua mengetahuinya yaitu makan minum dan lain sebagainya, dan sesuatu yang membatalkan pahalanyaa seperti berbohong menggunjing org lain dan semua yang di benci oleh Allah, maka itu tidak membatalkan puasa tapi itu membatalkan pahalanya maka rasa capek berpuasa menjadi sia-sia seperti yang di sebutkan dalam hadist ” Berapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan darinya kecuali rasa lapar dan haus dan berapa banyak yang bangun malam tidak mendapatkan apa-apa kecuali capek dan begadang.."
Maka sudah seharusnya org yang berpuasa tidak memusuhi orang lain atau berdebat atau mengucapkan kata-kata kotor akan tetapi menyibukkan waktu-waktunya untuk mendekatkan diri kepada Allah karena amalan-amalan di bulan ramadan di lipat gandakan.
Dan wajib atas seseorang juga untuk menghilangkan penghalang yang menghalangi datang nya rahmat seperti durhaka kepad orang tua dan dendam kepada orang lain dan memutus silaturrahmi maka siapa yang ada padanya sifat-sifat ini akan berlalu malam-malam ramadan dan malam lailatulqodar sedang kan dia termasuk yang di haramkan dari kebaikan-kebaikan dan barokah yang di turunkan di bulan ramadan.
Kedua - Beliau mewasiatkn kita untuk selalu menghidupkan malam di bulan romadan, dalam hal ini arti qiyam itu sendiri kt d wasiatkan untuk selalu mnjaga sholat traweh kt dr mlm pertama sampai mlm trakhir d bulan romadon ini jgn sampai ada yang bolong,beserta mnjaga untuk selalu sholat berjamaah khususnya sholat isya’ dan shubuh,krn barang siapa menjaga hal itu maka dia tlh mndapatkan nasibnya dari malam lailatul qodar.
Ketiga - Hendaknya kalian menyambut akan pemberian-pemberian Allah, dikarenakan arak-arakan (anugerah) Allah digelar pada bulan Romadhon setiap malam dimulai dari terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar, sedangkan pada selain bulan Romadhon digelar mulai waktu sahar (sebelum terbit fajar) saja.
Tiap orang itu hendaknya menyambut akan anugerah-anugerah dn pemberian-pemberian Allah, sedangkan menyambut akan pemberian-pemberian Allah tersebut dapat dilakukan dengan 3 hal:
1. Dengan selalu berusaha dan bersungguh-sungguh dalam (menggapai) ridho Allah yang Maha Tinggi dan Maha Kuasa, Allah SWT berfirman:
وَمَن جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
"Dan barangsiapa yang berjihad (berusaha dengan sungguh-sungguh) maka sesungguhnya jihadnya itu untuk dirinya sendiri".
Hendaknya engkau berusaha dengan sungguh-sungguh maka niscaya engkau akan melihat (hasilnya), dan ambillah kesempatan untuk mendapatkan janji (Allah) berupa petunjuk, yaitu petunjuk yang telah disebutkan dalam ayat pada surat Al Ankabut.
Rasulullah SAW bersungguh-sungguh dalam beramal pada bulan Romadhon melebihi pada selain bulan Romadhon, beliau lebih bersegera dalam kebaikan melebihi (kecepatan) angin yang berhembus.
2. Dan menyambut akan pemberian Allah dapat dilakukan dengan selalu kontinyu dalam pembacaan wirid-wirid dan dzikir-dzikir yang datang dari Nabi SAW dan para salaf shaleh, terlebih-lebih dzikir ini yang dianjurkan agar selalu dibaca, (yaitu):
أشهد أن لا إله إلا الله نستغفر الله نسألك الجنة ونعوذ بك من النار
Hendaknya tiap orang itu memperbanyak dzikir tersebut, karena Rasulullah SAW bersabda: "Hendaknya kalian memperbanyak empat hal dalam bulan (Romadhon) ini..", bukan hanya dibaca sebelum Maghrib saja, namun dibaca 50 kali atau 100 kali atau lebih pada hari-hari bulan Romadhon. Dibaca baik ketika berjalan maupun ketika duduk maupun ketika berkendara.
Kaum perempuan juga membacanya sambil memasak maupun sambil menyapu maupun sambil menyusui anaknya.
Sedangkan kaum lelaki membacanya baik ketika beraktivitas maupun ketika bekerja.
Jadi hendaknya seseorang itu selalu kontinyu dalm membaca dzikir-dzikir yang ma’tsur (datang dari Nabi SAW atau pasa salaf shaleh) dan menghadiri majlis-majlis, terlebih-lebih majlis ilmu, karena telah diriwayatkan:
"Barangsiapa yang menghadiri majlis ilmu pada bulan Romadhon, maka Allah akan menuliskan pahala setahun baginya pada setiap langkahnya".
Oleh karena itu, para salaf shaleh mengadakan acara-acara Rouhah pada waktu Ashar bulan Romadhon, Al Habib Muhammad bin Ahmad bin Ahmad Al Muhdhor berkata: “Meninggalkan Rouhah adalah merupakan dahaga ”
3. Begitu juga menyambut akan pemberian-pemberian Allah dapat dilakukan dengan selalu berusaha untuk menghilangkan segala penghalang yang dapat menghalangi didapatkannya dan diturunkannya rahmat, ini adalah hal yang paling penting dan paling besar ketimbang apa-apa yang telah disebutkan sebelumnya, (penghalang-penghalang tersebut yaitu): durhaka (terhadap orang tua), memutuskan tali silaturrahim, membenci (saudara semuslim) dan yang lainnya.
Sehingga (apabila hal ini telah dilaksanakan) maka Romadhon akan berlalu sedangkan dia dalam keadaan yang terbaik.
Al Imam Asy Sya’roni ra berkata: “Dahulu ketika bulan Romadhon telah lewat, maka mereka menjadi ahli kasyaf dikarenakan mereka mendapatkan sir (rahasia Ilahi), nur (cahaya Ilahi) dan keberkahan.
Sedangkan kita, bulan Romdhon keluar masuk namun kita tidak bertambah sesuatupun dan inilah paling besarnya musibah.
Ini adalah 3 hal yang aku wasiatkan kepada kalian agar selalu dilaksanakan, (yaitu): melaksanakan puasa, qiyam Romadhon dan menyambut pemberian-pemberian Allah SWT.
Kami memohon kepada Allah agar memperbesar bagian kami dan bagian kali dari bulan Romadhon ini, serta dari kebaikan-kebaikan dan keberkahan-keberkahannya, juga dari apa-apa yang Allah telah curahkan kepada para orang-orang yang berpuasa dan menjalankan qiyam Ramadhan dengan sempurna, juga semoga Allah memberi bagian kepada kami dan kalian dengan sebesar-besarnya bagian dari hal tersebut, dan semoga Allah menuntun kami dan kalian pada sebaik-baiknya jalan serta mengembalikan lagi bulan ini kepada kami dan kalian dalam sebaik-baiknya keadaan pada tahun-tahun berikutnya, dan semoga Allah menjadikan bulan ini sebagai saksi kebaikan kita bukan saksi keburukan kita dan bukti kebaikan kita bukan bukti keburukan kita, serta menjadikan kita termasuk dari orang-orang yang dibebaskan dan diselamatkan dari api neraka, dan semoga Allah memberi kekuatan kepada kita dalam melaksanakan puasa dan qiyam Romadhon dalam keadaan yang sempurna dan hati yang tenang.
x souce:klik disini
Komentar
Posting Komentar